Wali Kota Jadi Keynote Speaker Diskusi Publik

*Aminullah Paparkan Keberhasilan Banda Aceh*

Banda Aceh – Wali Kota Banda Aceh menyampaikan selamat dan sukses kepada Politeknik Kutaraja yang telah genap berusia 4 tahun. Semoga di usianya saat ini, Politeknik Kutaraja dapat menjadi politeknik yang unggul dan melahirkan sarjana-sarjana yang mampu berkompetensi secara global.

Begitu disampaikan oleh Aminullah saat menjadi Keynote Speaker dalam acara Diskusi Publik “Penundaan PILKADA dan Arah Pembangunan Daerah” di Politeknik Kutaraja, 30 Oktober 2021. Turut hadir, Kepala Bappeda Kota Banda Aceh Weri, Ketua Yayasan Politehnik Kutaraja Abdul Manaf beserta jajaran manajemen Politehnik, dan para Narasumber dalam acara tersebut.

“Kami juga memberikan apresiasi kepada Politeknik Kutaraja yang telah menyelenggarakan diskusi publik dengan tema yang sangat strategis dan reflektif dalam melihat pembangunan daerah, khususnya Aceh, pasca terjadinya penundaan pilkada,”ucap walikota.

Menurut Walikota, adanya gagasan dengan tema diskusi publik, membuktikan bahwa Politeknik Kutaraja dapat secara aktif merespon berbagai isu terkini yang menjadi perdebatan publik.

Lebih lanjut Aminullah mengungkapkan, jika berpedoman pada undang-undang nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), sesungguhnya Aceh dapat melaksanakan pilkada pada tahun 2022 meskipun Kemendagri telah menetapkan pilkada serentak pada tahun 2024.

“Di dalam pasal 65 UUPA disebutkan bahwa masa pemilihan Gubernur Aceh, Bupati dan Wali Kota dilaksanakan lima tahun sekali. Artinya jika kita berpedoman kepada UUPA, maka penyelenggaraan pilkada Aceh dilaksanakan lima tahun sekali atau tahun 2022,” ungkapnya.

Meskipun demikian, kata Aminullah, karena pilkada itu menyangkut dengan kebijakan pemerintah, maka seharusnya ada suatu koordinasi yang kuat yang dilaksanakan oleh seluruh pemangku kepentingan terkait Aceh dengan Mendagri, Komisi II DPR RI, KPU RI, bahkan dengan Presiden. Dan sejauh ini, belum terciptanya jalur koordinasi yang tepat, telah membuat nasib pilkada Aceh yang sesuai dengan amanah UUPA menjadi belum jelas.

“Namun demikian, pada saat yang bersamaan sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah sepakat untuk mengeluarkan amandemen Undang-Undang (UU) Pemilu dari daftar program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021. Keputusan itu diambil dalam rapat kerja antara Baleg DPR dan pemerintah yang secara khusus membahas persoalan UU Pemilu dan beberapa UU lainnya,” jelasnya.

Sebelumnya revisi UU Pemilu telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR 2021. Semula, perdebatan revisi hanya terkait dengan sistem pemilu terbuka atau tertutup, syarat ambang batas perolehan suara partai politik, hingga pencalonan presiden. “Namun, belakangan, revisi juga mengarah ke normalisasi pilkada serentak, yang artinya akan ikut mengubah pasal tertentu pada UU 10 tahun 2016,” tambah walikota.

Wali Kota menyebutkan, Pasal 201 ayat (8) UU 10 tahun 2016 menyebutkan, pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota di seluruh wilayah NKRI dilaksanakan pada November 2024.

“Lalu, ayat (9) menyebutkan, untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada 2022 dan yang berakhir masa jabatannya pada 2023, diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota sampai dengan terpilihnya gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota melalui pemilihan serentak nasional pada 2024,” sebutnya.

Keserentakan pilkada, pemilu legislatif, dan pemilu presiden membuat beberapa fraksi di DPR memunculkan wacana revisi UU Pemilu. Fraksi-fraksi itu berpandangan, keserentakan pilkada, pileg, dan pilpres pada 2024 akan sulit dilakukan terutama oleh penyelenggara pemilu.

“Mereka pun mewacanakan agar pilkada 2022 dan 2023 tetap digelar atau tidak disatukan pada 2024 sebagaimana tertuang dalam Pasal 201 UU 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Fraksi-fraksi ini ingin agar normalisasi pilkada tersebut masuk dalam revisi UU Pemilu,” ungkap mantan Dirut Bank Aceh itu.

Selain itu Aminullah mengatakan, saat dilakukan voting, mayoritas fraksi di DPR dipastikan menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Maka dengan demikian, pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2022 dan 2023 tetap digelar pada 2024 sesuai dengan UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

“Oleh karena itu, dicabutnya RUU Pemilu dari daftar Prolegnas berarti memastikan bahwa Pilkada 2022 dan 2023 akan dilakukan serentak pada tahun 2024. Dengan kata lain, Pilkada 2022 dan Pilkada 2023 tak akan digelar,” jelasnya.

Menurut Aminullah, salah satu hal yang paling krusial dalam UU Pemilu adalah normalisasi pemilihan kepala daerah. Pengaturan yang direncanakan sejak awal adalah agar wacana pilkada serentak dilaksanakan secara bertahap sebelum akhirnya dilakukan secara serentak di seluruh daerah di Indonesia.

“Dengan batalnya revisi UU Pemilu, maka konsekuensi yang akan dihadapi ialah adanya 101 kepala daerah yang terdiri dari 7 gubernur, 76 bupati dan 18 walikota berakhir masa jabatannya tahun 2022 dan sebanyak 171 kepala daerah yang terdiri dari 17 gubernur, 115 bupati dan 39 walikota berakhir masa jabatannya tahun 2023 akan mengalami kekosongan kepemimpinan,” katanya.

Sedangkan untuk mengisi kekosongan kepemimpinan tersebut, kata Aminullah, Kemendagri akan mengangkat pejabat (PJ) gubernur, bupati dan walikota hingga kepala daerah baru terpilih kembali pada pilkada 2024.

“Pengangkatan Pj Gubernur atau Walikota oleh Kemendagri dapat menimbulkan beberapa tanda tanya baru. Misalnya karena kepemimpinan Pj pengganti Gubernur atau Walikota ini berlangsung 2 tahun, tentu saja mereka perlu menyusun RPJM, sebab RPJM yang ada sudah berakhir seiring berakhirnya kepemimpinan kepala daerah terpilih selama 5 tahun,” ujarnya.

Dengan berakhirnya RPJM 5 tahun itu, biasanya RPJM baru akan disusun oleh kepala daerah yang baru terpilih untuk 5 tahun ke depan. Akan tetapi bagaimana dengan kepemimpinan Pj dengan durasi 2 tahun, bagaimana regulasi atau dalil dalam hukum ketatanegaraan sehingga Pj dapat mengisi kekosongan RPJM selama kepemimpinannya Ini juga perlu kajian yang mendalam.

“Dan saya kira Kemendagri pasti telah menyiapkan kebijakan terkait ini yang belum disampaikan kepada publik,” kata Walikota.

Dalam acara tersebut Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman juga menyampaikan berbagai penghargaan yang diraihnya bersama Wakil Wali Kota Zainal Arifin selama memimpin Pemerintahan Kota Banda Aceh. Katanya, Banda Aceh telah meraih sebanyak 77 penghargaan, baik dari tingkat daerah, nasional maupun internasional. Penghargaan ini merupakan bentuk pengakuan atas keberhasilan pembangunan yang kita lakukan selama ini dalam berbagai aspek.

Di antara 77 penghargaan tersebut, beberapa diantaranya dalam rentang Bulan Maret 2020 hingga Oktober 2021 adalah sebagai berikut;

  1. Penghargaan Innovative Goverment Award (IGA) Kategori Sangat InovatifDari Kemendagri RI
  2. Sertifikat Penghargaan sebagai Finalis One Planet City Challenge (OPCC) 2020
  3. Penghargaan Terhadap Sinergi Dalam Penertiban BMN (Barang Milik Negara) berupa Tanah Pada Satuan kerja Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) I di Bantaran Kanal Krueng Aceh Seluas + 300 Ha Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan RI.
  4. Anugerah Prof A Majid Ibrahim (AMI) ke-VII tahun 2021.sebagai kota dengan rencana kerja pemerintahan terbaik tahun 2021.
  5. Penghargaan sebagai Tokoh Pelopor Literasi. karena sangat konsen melakukan kampanye gerakan literasi di Banda Aceh dalam rangka meningkatkan minat baca masyarakat kota dari Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Provinsi Aceh.
  6. Anugerah FEBI UIN Ar Raniry Award 2021 kepada LKMS Mahirah Muamalah. Dinilai selama ini mampu mendorong pengembangan UMKM dan pemberantasan rentenir di Kota Banda Aceh dari UIN Ar Raniry
  7. Piagam Penghargaan Akuntabilitas Kinerja Tahun 2020 Predikat Nilai B Dari KEMENPAN RB RI.
  8. Penghargaan Opini WTP Ke-13 BPK-RI Perwakilan Aceh.
  9. Anugerah Pesona Indonesia (API) Award tahun 2020 kategori Destinasi Wisata Unik Terpopuler (Museum Tsunami Aceh) Kementerian Pariwisata RI di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
  10. Penghargaan dibidang Olahraga katagori Pelaku Olahraga Berprestasi oleh Gubernur Aceh
  11. BKN Award 2021 (terbaik dalam pengelolaan kepegawaian secara nasional) Dari BKN Pusat
  12. Penghargaan dari Jaringan Survey Inisiatif (JSI) atas pencapaian prestasi dan berkinerja luar biasa dalam menjalankan tata kelola pemerintahan selama empat tahun memimpin Kota.
  13. Kota Layak Anak (KLA) Aceh 2021 Gubernur Aceh 29 Juli 2021 di Banda Aceh.
  14. Penghargaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dengan predikat Baik “B” dari Kemenpan RB.
  15. Indonesia Visionary Leader (IVL) Session 7 dari Media Nusantara Citra (MNC) Portal Indonesia.
  16. Peringkat tertinggi pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) dan kinerja Percepatan Pelayanan Berusaha (PPB) penilaian kinerja Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pemerintah Kota di Aceh.
  17. Mendapatkan nilai 84,650 atau sangat baik berdasarkan keputusan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2021 tentang penilaian kinerja Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan kinerja Percepatan Pelayanan Berusaha (PPB) Pemerintah Daerah Tahun 2021.
  18. Kota Layak Anak kategori Madya Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI.
  19. Sertifikat Ruang Bermain Anak, Hutan Kota Tibang Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI.
  20. Dan Penghargaan STBM Berkelanjutan dan Kota Terbaik dalam Percepatan 100 Persen Lima Pilar STBM Berkelanjutan dari Kementerian Kesehatan RI.

Kata Aminullah, seluruh penghargaan tersebut juga dibarengi dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dimana IPM Kota Banda Aceh pada tahun 2020 tercatat berada di angka 85,41. Angka ini naik 0,34 poin dari 85,07 yang kita dapatkan pada tahun 2019. Sehingga menempatkan Kota Banda Aceh sebagai kota dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi kedua secara nasional.

Kemudian, disusul dengan naiknya IPM Banda Aceh tak terlepas dari terus menurunnya angka kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Kota Banda Aceh menurun dari 7,44% pada tahun 2017 menjadi 7,25% pada tahun 2018. Angka kemiskinan tersebut terus menurun pada tahun 2019 sebesar 7,22 persen, hingga pada tahun 2020 menjadi 6,90 persen. Banda Aceh sendiri satu-satunya daerah yang masuk dalam zona hijau kemiskinan di Aceh di masa pandemi ini.

“Selain itu, Pertumbuhan UMKM pun juga terus mengalami peningkatan. Kami mencatat sejak 2018 sampai Juli 2021 mengalami peningkatan sebesar 69,95 persen. Pada tahun 2018 ada 9.591 UMKM. Angka ini meningkat pada tahun 2019 menjadi 10.944 UMKM, dan meningkat lagi menjadi 12.012 UMKM di tahun 2020, dan saat ini per Juli 2021 Banda Aceh telah memiliki 16.300 UMKM,” pungkasnya. (Mer)

Facebook Comments