Aminullah Jadi Keynote Speaker Seminar Lembaga Keuangan Syariah di Sabang

“Kita Punya Tanggung Jawab Moral untuk Mensyariahkan Ekonomi Masyarakat”

Sabang – Wali Kota Banda Aceh H Aminullah Usman SEAk didapuk menjadi keynote speaker pada acara Sosialisasi dan Seminar Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Kota Sabang, Senin (22/7/2019).

Acara yang digagas oleh Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Aceh dan Forum Komunikasi Industri Jasa Keuangan (FKIJK) Aceh serta didukung oleh Pegadaian Syariah Aceh itu berlangsung di Aula Kantor Wali Kota Sabang. 

Selain Aminullah, turut hadir sebagai narasumber pakar ekonomi Islam Prof Nazaruddin A Wahid MA dan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh Aulia Fadhly. Bertindak sebagai moderator Sugito, Sekum MES Aceh yang juga Dirut BPRS Hikmah Wakilah. 

Dalam presentasinya, Aminullah mengungkapkan sejak 2002 silam, penerapan syariat Islam di Aceh hanya berfokus pada persoalan akidah, ibadah, dan syiar Islam. “Dan itu memang amanah Qanun Nomor 11 Tahun 2002. Namun soal muamalah seakan terlupakan dan belum berjalan maksimal hingga kini.”

Oleh sebab itu, ia mengharapkan agar seluruh pemerintah kabupaten/kota se-Aceh dapat mensosialisasikan secara masif qanun terbaru yang mewajibkan seluruh lembaga keuangan untuk menerapkan sistem syariah pada 2020. “Kita dapt memberdayakan para dai, universitas Islam, pasantren, para guru, lembaga keuangan yang sudah syariah, hingga Ormas keagamaan,” ujarnya.

Ia juga mendorong pembentukan MES di seluruh kabupaten/kota di Aceh. “Tujuan utama MES ini adalah memasyarakatkan ekonomi syariah dan mensyariahkan ekonomi masyarakat, hingga pada akhirnya seluruh kegiatan ekonomi di Aceh  akan berjalan sesuai dengan ajaran Islam,” kata Aminullah yang juga menjabat sebagai Ketua MES Aceh ini.

Menurutnya, saat ini masih banyak lembaga keuangan mulai dari perbankan, asuransi, pasar modal, leasing, koperasi, hingga BUMG yang memakai sistem konvensional. “Padahal itu sudah jelas-jelas mengandung bunga atau riba yang bertentangan dengan syariat. Karena yang sesuai syar’i adalah sistem bagi hasil,” katanya lagi.

“Dan Allah SWT telah menegaskan perihal larangan riba dalam Al-Quran Surat Ali Imran ayat 130. Oleh karena itu, kita yang sudah memahami; pemerintah, perbankan, MES, dan stakeholder lainnya punya kewajiban moral terhadap masyarakat awam.”

Ia pun mengajak semua pihak untuk segera beralih ke ekonomi syariah yang tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Hadis. “Saya mengimbau agar setiap nasabah atau perorangan, perusahaan, lembaga, termasuk pemerintah, segera pindah rekening atau hijrah dari konvensional ke syariah,” ajaknya.

Mantan Dirut Bank Aceh ini menambahkan, sesuai dengan instruksi MES pusat dan Ketua Dewan Komisioner OJK Prof Wimboh Santoso Phd, ke depan bukan hanya lembaga keuangan yang harus berkonsep syariah, tapi juga rumah sakit, hotel, hingga wisata harus berbasis syariah.

“Pemko Banda Aceh sendiri telah mengambil langkah sosialisasi dengan menggandeng LKS, MES, dayah/pasantren, dan dai lewat ceramah-ceramah agama. Bukan hanya itu, kami juga sudah menginisiasi Forum Gerakan Pelopor Ekonomi Syariah dan menggelar banyak event seperti Festival Ekonomi Syariah baru-baru ini. Sosialisasi dengan memanfaatkan teknologi informasi juga terus kami gencarkan,” ungkapnya.

Membentuk Lembaga Keuangan Syariah Milik Pemerintah Pertama di Indonesia

Tak lama setelah menjabat sebagai Wali Kota Banda Aceh, alumni Fakultas Ekonomi Unsyiah 1978 ini langsung memprakarsai pendirian sebuah Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) plat merah. “Lembaga itu saya namai Mahirah Muamalah Syariah atau disingkat MMS. Ternyata lembaga ini baru satu-satunya di Indonesia,” ungkapnya.

Tujuan pendirian lembaga ini, katanya, untuk membantu permodalan skala mikro -nominal mulai dari Rp 500 ribu- yang selama ini tak tersentuh oleh perbankan. “Dengan akses modal yang mudah, kami berharap masyarakat khususnya pelaku usaha bisa lebih produktif sehingga angka pengangguran dan kemiskinan mampu terus kita tekan.”

“Tujuan lain yakni sebagi genderang perang bagi rentenir yang selama ini banyak menjerat pengusaha kecil di Banda Aceh. Dan yang terpenting karena sistemnya syariah akan menjauhkan pengusaha kita dari praktik riba dan sistem kapitalis,” ungkapnya lagi. 

Masih menurut Aminullah, prospek MMS pun  sangat cerah. “Per tanggal 31 Mei 2019, aset MMS tercatat sebesar Rp 8,1 miliar, naik pesat dibandingkan dengan total aset per Mei 2018 sebesar Rp 2,6 miliar. Pembiayaan yang disalurkan sebesar Rp 4,8 miliar, kemudian dana pihak ketiga tercatat sebesar Rp 4.8 miliar,” rincinya.

Atas inovasi tersebut, dirinya selaku wali kota dan Pemko Banda Aceh diganjar beragam penghargaan oleh pemerintah pusat maupun pihak ketiga. “Ini yang tidak saya duga-duga, banyak sekali penghargaan karena keberadaan MMS ini. Semuanya saya anggap sebagai bonus saja, karena niat utama untuk menyejahterakan masyarakat,” ujarnya.

“Adapun sejumlah penghargaan dimaksud antara lain Wali Kota Entrepreneur Award 2018 dari Innovation Network of Asia dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), dan Indonesia Innovation Award 2019 dari Asosiasi Pengusaha TIK Nasional,” pungkasnya seraya menyatakan siap untuk berbagi pengalaman soal pembentukan MMS kepada kabupaten/kota lain di Aceh.

Sosialisasi dan Seminar Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Sabang dihadiri oleh ratusan peserta dari unsur masyarakat, PNS, dan pengusaha UMKM. Setelah Sabang, MES Aceh akan melaksanakan roadshow seminar/sosialisasi LKS di kabupaten/kota lainnya di Aceh. 

Hadir sebagai undangan pada acara yang di buka oleh Wali Kota Sabang Nazaruddin itu, Area Head Aceh Bank Mandiri Andre Antoni, Area Head Aceh Pegadaian Syariah Herry Hariawan, Pimpinan Bank Aceh Syariah Bob Rinaldi, dan sejumlah pejabat lainnya. 

Facebook Comments