Banda Aceh, Diskominfo — Dengan jumlah penduduk yang besar serta jumlah dokter Obgyn yang semakin bertambah dari tahun ke tahun, namun angka kamatian ibu (AKI) di Indonesia akibat kehamilan dan persalinan belum banyak berubah.
Survey Demokgrafi Kesehatan Nasional (SDKN) 2012 menunjukkan angka 359 kematian per100.000 kelahiran. Harapan Millenium Devolepment Goal’s (MDGs), akhir 2015 di angka 102/100.000 kelahiran
“Jauh dari harapan. AKI kita di Indonesia masih tinggi dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara. Contoh Vietnam, angka kematiannya mereka di bawah 60/100.000 kelahiran. Padahal negara tersebut baru saja reda dari perang,” kata Dr. dr. Muhammad Andalas, Sp.OG mengutip pernyataan Ketua Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Dr. Dr. Pujo, Sp.OG (K), minggu lalu.
Menurut Andalas, hal itu diungkapkan Ketua Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Dr. Dr. Pujo, Sp.OG (K), dalam pertemuan ilmiah ke XVIII, Himpunan Dokter Obgyn Minat Khusus Fetomaternal, di Jogjakarta, Minggu, (12/3) lalu.
Menurut Pujo, sekitar 4000 ibu hamil dalam setiap tahun terancam kematian akibat komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan nifas. “Itulah pentingnya kita adakan pertemuan ini untuk membahas kesehatan ibu dan bayi dalam kandungan,” katanya.
Pujo mempertanyakan apa yang salah sehingga angka AKI di Indonesia tetap tinggi. Padahal dokter Obgyn dan dokter umum, serta bidan cukup banyak.
“Mari kita kaji bersama secara seksama, untuk solusi kita bersama dalam menyiapkan ibu hamil melewati masa hamil, persalinan dan nifas dengan baik. Ibu dan bayi selamat sesuai tuntunan hakiki dari persatuan dokter ahli obstetri dan ginekologi indonesia,” kata Pujo.
Harapan saya, kata dia, semua anggota POGI, terutama dari anggota Himpunan Fetomaternal Indonesia untuk mendukung upaya menurunkan angka kematian ibu.
POGI sendiri telah mengupayakan lewat Departemen Kesehatan melalui Komite Penempatan Spesialis yang dipimpin dr. Nurdadi Saleh, Sp.OG, yang juga Ketua Dewan Pertimbangan POGI Pusat, untuk mewajibkan para dokter ahli empat besar spesialis, obgyn, bedah, penyakit dalam, anak dan anestesi, wajib ke daerah terpencil atau RS tipe C.
“Ini akan dimulai pada 2017. Sehingga tak ada alasan lagi bahwa kematian ibu hamil karena ketiadaan dokter ahli di daerah. Lalu akankah program ini berhasil? Ya menjadi tugas kita bersama mengawal dan mendukung program yang baik ini,” katanya.
Saat ini, kematian ibu yang masih tinggi di Indonesia dihubungkan dengan telat terdiagnosanya faktor risiko pada ibu hamil, juga telat dirujuk, sehingga telat mendapat pertolongan.
Semua hal ini berhubungan dengan sumber daya manusia yang terbatas atau tidak ada di suatu daerah. Maka dengan ada wajib kerja spesialis ini, menurut Pujo, bisa menekan kejadian yang tak diinginkan itu. (anwar)