Banda Aceh Milik Kita
Hari ini, Kamis 22 April 2021, Kota Banda Aceh genap berusia 816 tahun. Kota ini dibangun oleh Sultan Johan Syah pada Jumat 1 Ramadhan 601 H atau bertepatan dengan 22 April 1205 M silam.
Banda Aceh yang dulunya dinamai Kutaraja merupakan salah satu kota Islam tertua di Nusantara bahkan Asia Tenggara. Pada masa kesultanan, Banda Aceh berperan penting dalam penyebaran Islam ke seluruh Indonesia. Karena perannya tersebut, kota ini juga dikenal sebagai Serambi Mekkah.
Di masa jayanya, Banda Aceh sebagai kota regional utama yang juga dikenal sebagai pusat pendidikan Islam dan perdagangan. Tidak mengherankan, kota ini kemudian dikunjungi oleh banyak orang dari Timur Tengah, India, dan negara lainnya. Kerajaan Aceh mencapai puncak kegemilangannya saat dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636), yang merupakan Sultan termahsyur dalam sejarah Aceh.
Banyak dari pelajar dan pedagang pendatang ini akhirnya menetap di Aceh dan menikah dengan wanita lokal. Hal ini menyebabkan adanya pembauran budaya. Hingga saat ini, budaya-budaya tersebut masih menyisakan pemandangan di sudut-sudut kota. Misalnya, budaya pecinan di Gampong Peunayong dan peninggalan kuburan Turki di Gampong Bitai.
Syahdan, tepat di Hari Ulang Tahun atau milad ke-816 Banda Aceh kali ini, diperingati dalam Rapat Paripurna Istimewa Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh.
“Banda Aceh Milik Kita” pun dipilih sebagai tema milad tahun ini. Wali Kota Aminullah Usman dan Wakil Wali Kota Zainal Arifin mengajak seluruh elemen masyarakat untuk membangun kesadaran memiliki dan mencintai kota ini, Ibukota Provinsi Aceh di mana tempat bagi masyarakatnya dan pemerintah saling bekerja sama untuk menggapai cita-cita bersama.
Lewat momentum HUT ke-816, Wali Kota Aminullah mengajak masyarakat untuk terus bersama-sama melangkah, menjaga Banda Aceh menjadi pusat pendidikan, perdagangan, kota budaya, dan juga menjadi daya tarik bagi wisatawan dengan tetap memegang teguh syariat Islam.
HUT Banda Aceh kali ini tidak diperingati seperti biasa dengan berbagai kegiatan meriah yang melibatkan masyarakat banyak. Aneka rangkaian kegiatan ditiadakan karena semua pihak sedang fokus pada upaya penanganan dan pencegahan penyebaran virus Covid-19. Seperti dimaklumi, pandemi cukup berdampak bagi Banda Aceh yang roda perekonomiannya bergantung pada sektor perdagangan dan jasa serta pariwisata. Namun kini, perlahan Banda Aceh mulai bangkit.
Karenanya, Pemko Banda Aceh bersama DPRK hanya menggelar acara sidang paripurna dan kegiatan sosial santunan anak yatim saja serta event olahraga yang bersifat internal sebagai ajang silaturahmi antar OPD guna mewujudkan semangat dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Di usianya yang menginjak 816 tahun dan di usia lebih kurang tiga tahun kepemimpinan Amin-Zainal, banyak pencapaian yang telah diraih “Kota Gemilang” .
Indikatornya, dapat dilihat dari berbagai prestasi dan penghargaan yang telah ditorehkan, terutama dalam satu tahun terakhir. Di tingkat nasional, Banda Aceh mampu mendapatkan nilai tertinggi dalam Pencapaian Program Pencegahan Korupsi Terintegrasi dengan angka 77 persen dari Kopsurgah KPK RI, Penghargaan WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) 12 kali berturut dari BPK-RI, dan Penghargaan Kota Peduli HAM dari Kemenkum HAM RI.
Lalu Banda Aceh juga menjadi Finalis One Planet City Challenge (OPCC) 2020 dari WWF Indonesia,
Juara Inovasi Penyiapan New Normal Tingkat Nasional, Innovative Government Award (IGA) dan Kategori Kota Sangat Inovatif dari Kemendagri RI, Baznas Award, Anugerah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2020, hingga terpilihnya Banda Aceh sebagai Ibukota Kebudayaan Indonesia 2021 oleh Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI).
Khusus soal ibukota kebudayaan, itu merupakan salah satu hasil mufakat atau produk Pra Kongres V JKPI yang digelar di Banda Aceh beberapa waktu lalu. Banda Aceh sebagai Ibukota Kebudayaan Indonesia diharapkan menjadi pemicu bagaimana kota-kota lain bisa bangkit dan bangga akan potensi budayanya.
Seluruh pencapaian tersebut juga dibarengi dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), dimana IPM Banda Aceh pada tahun 2020 tercatat berada di angka 85,41. Angka ini naik 0,34 poin dari 85,07 yang kita dapatkan pada tahun 2019. Sehingga menempatkan Kota Banda Aceh sebagai kota dengan IPM tertinggi kedua secara nasional setelah Yogyakarta.
Naiknya IPM Banda Aceh tak terlepas dari terus menurunnya angka kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Kota Banda Aceh menurun dari 7,44 persen pada 2017 menjadi 7,25 persen pada 2018. Angka kemiskinan tersebut terus menurun pada 2019 sebesar 7,22 persen, hingga pada 2020 tinggal 6,90 persen saja. Banda Aceh sendiri satu-satunya daerah yang masuk dalam zona hijau kemiskinan di Aceh di masa pandemi ini.
Di sektor pelayanan publik, yakni air bersih saat ini cakupan pelayanan PDAM Tirta Daroy sudah mencapai 98 persen lebih dengan jumlah pelanggan sekitar 52 ribu sambungan. PDAM Tirta Daroy Banda Aceh juga mendapatkan predikat sehat dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh.
Di sektor keindahan kota, Banda Aceh terus dipercantik, suasana malam hari menjadi lebih terang dengan pemasangan sejumlah Lampu LED Strip dan Lampu LED Big Tree di sejumlah titik di pusat kota. Selain itu, Pemko juga telah menata sejumlah tempat wisata, di antaranya Dermaga Wisata Ulee Lheu, Taman Meuraxa, Taman Kuliner Ulee Lheue, PLTD Apung, dan Kapal di Atas Rumah.
Penataan ini dilakukan guna menggenjot sektor pariwisata yang sempat lesu terdampak pandemi. Selain itu juga telah dibangun infrastruktur Rumah Pengolahan Tiram di Gampong Alue Naga dan Rumah Produksi Sambal Goreng Kentang di Gampong Geuceu Meunara serta Pujasera di Setui guna mendukung dunia UMKM.
Di antara capaian tersebut, peran lembaga keuangan mikro syariah Mahirah Muamalah semakin nyata dalam membantu pengusaha kecil sekaligus memerangi renternir di Banda Aceh.
Berdasarkan survei dari Yayasan Rumah Harta Umat yang bekerja sama ASA Solution, ditemukan penurunan angka ketergantungan pedagang terhadap rentenir, dari angka 80 persen pada 2017 kini menjadi dua persen saja di 2020. Penurunan ini terjadi setelah berjalannya pembinaan dan pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh Mahirah Muamalah kepada para pedagang.
Mahirah Muamalah pun kini berkembang pesat. Dengan modal awal Rp 4,5 miliar, kini telah memiliki aset sekitar Rp37,6 miliar sejak terbentuk pada 2018. Total pembiayaan yang sudah dikucurkan lebih dari Rp 21 miliar (data per 31 Maret 2021) bagi 3.000-an pelaku usaha kecil. Dan tahun ini mulai berkontribusi menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekitar Rp4 juta dari laba yang diraih tahun 2020. Sementara di tahun 2021 sudah meraih laba Rp170 juta.
Demikian juga di sektor UMKM. Kehadiran Mahirah Muammalah benar-benar telah memberi manfaat kepada para pelaku UMKM. Hal ini ditandai dengan terus menggeliatnya sektor UMKM. Saat ini tercatat kurang lebih 15.107 pelaku usaha UMKM per 2020, dari sebelumnya 8.551 pada 2017.
Tak berlebihan bila tema milad kota tahun ini “Banda Aceh Milik Kita” dipilih dan “wajib” kita gaungkan bersama. Karena nyatanya, membangun kota tak bisa dilakukan oleh wali kota sendiri atau pemerintah semata. Butuh peran aktif segenap stakeholder dan elemen kota untuk bergandengan tangan mewujudkan visi ‘Banda Aceh Gemilang dalam Bingkai Syariah’. Karena kota ini sejatinya milik kita: dari kita, oleh kita, dan untuk kita. Dirgahayu Kota Banda Aceh.(*)