Banda Aceh – Kantor Urusan Internasional Unsyiah bekerjasama dengan Pemerintah Kota Banda Aceh dan UNDP menggelar workshop bertema “Digital Inclusion in Banda Aceh as Resilient City Initiative (RRU) Project”, Kamis, 17 Desember 2020, di aula Bappeda Kota Banda Aceh.
Workshop ini bertujuan untuk mempresentasikan hasil progress “Program Digital Inclusion in Banda Aceh as Resilient City” yang mana surveinya telah dilaksanakan sebelumnya oleh pihak Kantor Urusan Internasional Unsyiah di 47 desa yang rawan terjadi bencana gempa dan tsunami di kota Banda Aceh.
Acara ini dibuka secara resmi oleh Kepala Bappeda, Weri SE.,MA. Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa proyek Digital Inclusion in Banda Aceh as Resilient City Initiative (RRU) Project sangat senang diterima oleh pemerintah kota karena saat ini Banda Aceh sudah ditunjuk sebagai salah satu Pilot Proyek 100 Kota Smart City, yang mana proyek ini bersinergi kuat dengan program kota Banda Aceh, apalagi program ini juga berkaitan dengan kebencanaan, disabilitas, aktivis perempuan dan sebagainya.
Dr. Muzailin Affan, selaku Kepala Kantor Urusan Internasional (OIA) Unsyiah juga menambahkan program digitalisasi ini sangat besar dan banyak manfaatnya bagi masyarakat, khususnya dapat membantu dalam kegiatan sehari-hari, dan juga pemerintah, yaitu mendukung program pemerintah Banda Aceh Smart City, dan diharapkan dapat berjalan lebih sukses untuk kedepannya.
Christian Usfinit, selaku Ketua Tim Resiliensi dan Rekonstruksi UNDP menyampaikan, dari hasil progres tersebut dapat dilihat komitmen yang membangun dari berbagai pihak termasuk pemerintah kota Banda Aceh. Dari UNDP berharap bahwa pemanfaatan digital inklusi melalui aplikasi smartphone ini bisa semakin meningkat baik bagi pemerintah sendiri, masyarakat, ataupun lembaga-lembaga yang membutuhkan, khususnya dalam perihal kebencanaan yang mana bencana tidak bisa diprediksikan kapan akan terjadi.
Workshop ini kemudian dilanjutkan dengan presentasi dari narasumber, termasuk gambaran umum kota Banda Aceh, survey, penyerahan alat bantu dengar dan smartphone, serta pelatihan digitalisasi yang telah dilaksanakan sebelumnya, sekaligus memaparkan rancangan-rancangan yang akan dilakukan untuk kedepannya, yang disampaikan langsung oleh Syaifuddin Yana, selaku ketua proyek.
Ketua Koordinator Proyek, Muhammad Iqbal, juga mempresentasikan tentang Action Plan and Roadmap 2020 yang telah disinergikan dengan pemerintah kota Banda Aceh. Disamping itu, Muhammad Iqbal juga memperkenalkan satu portal kebencanaan yang bernama INARISK.
INARISK adalah aplikasi smartphone atau portal kajian risiko kebencanaan yang menampilkan informasi ancaman bencana, kerentanan, kapasitas dan risiko bencana. INARISK ini dianggap bisa membantu untuk mengetahui informasi risiko bencana dan untuk memberikan informasi tentang apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bencana. Pada kesempatan itu, demo penggunaan INARISK langsung diterapkan yang mana dipakai oleh salah seorang penyandang tuna rungu. Dari demo tersebut, penggunaan aplikasi INARISK menunjukkan fungsi yang cukup tepat walaupun penggunanya merupakan dari kalangan disabilitas.
Selain itu, Rizwan selaku utusan dari KOMINFOTIK juga memperkenalkan sebuah layanan digital kota Banda Aceh, yaitu e-Lapor, yang mana aplikasi ini bisa mempermudah masyarakat dalam hal pelaporan dan dapat dilakukan dengan menggunakan smartphone.
Dalam acara ini juga hadir Kabid Media dan Smart City Diskominfotik Kota Banda Aceh, Rahmad Khadafi, beliau sangat mendukung kegiatan ini karena merupakan bagian dari master plan Smart City Kota Banda Aceh dengan program menjadi Kota Menjadi Tangguh. Apalagi dalam kegiatan ini melibatkan lapisan masyarakat kelas bawah dan berkebutuhan khusus untuk terlibat aktif dalam pemanfaatan digital yang notabenenya sebagian besar masyarakat Banda Aceh sudah melek digital.
Acara workshop yang dilaksanakan secara virtual dan sekaligus face-to-face ini turut menghadirkan utusan dari Bappeda, Diskominfotik, BPBD, Tekkomdik Dinas Pendidikan, PRB, Aktivis Perempuan, ICON+, Informatika Unsyiah, UPT TIK Unsyiah, Museum Tsunami Aceh, Komunitas Disabilitas, dan masyarakat dari kalangan penerima bantuan Smartphone yang telah disurvey dan diserahkan sebelumnya. (MA)